A. Pembentukan Keterampilan Mengajar
Mengajar merupakan kegiatan yang kompleks, yaitu penggunaan aktivitas secara terintegrasi dari sejumlah keterampilan untuk mentransformasikan suatu pengetahuan.
Aliran pengajaran mikro (micro - teaching) secara teknuis bertolak dari asumsi, bahwa keterampilan-keterampilan yang kompleks itu dapat di pereteli menjadi unsur-unsur keterampilan yang lebih kecil, yang masing-masing dapat dilatihkan secara efisien dan efekltif, apabila dibandingkan dengan pendekatan latihan secara global (Depdikbud, 1985).
Dengan melalui pengajaran mikro, pembentukan keterampilan dari calon guru dapat dilakukan secara sistematik mulai dari pemahaman konsep, observasi tampilan kerjanya, untuk kemudian dilanjutkan dengan latihan yang berjenjang mulai dari latihan terbatas, dilanjutkan dengan latihan menggunakan batuan teman sejawat (peerteaching) dan dilanjutkan dengan latihan lapangan yang berjenjang, mulai dari mengajar dengan pengawasan penuh, hingga mengajar secara mandiri.
Keterampilan dasar mengajar yang dikembangkan P2LPTK dengan menggunakan Sydney Micro Skills, menjadi acuan terhadap pembentukan keterampilan mengajar bagi calon guru.
B. Keterampilan Dasar Mengajar
Perangat panduan pengajaran mikro, mula-mula dikembangkan oleh Tim Pengembang Program Pengalaman Lapangan Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), sebagai suatu upaya strategis untuk memberi dukungan bagi peningkatan kualitas pendidikan pra-jabatan guru dan tenaga kependidikan lainnya (Abimayu, 1985: vi).
Selanjutnya perangkat panduan pengajaran mikro yang diterapkan (Kosasi R. 1985), dikembangkan menggunakan perangkat Sydney Micro Skill, sebagai sumber utama dan terdiri dari:
1. Keterampilan Bertanya (dasar, lanjut)
2. Keterampilan Memberi Penguatan
3. Keterampilan Mengadakan variasi
4. Keterampilan Menjelaskan
5. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
6. Keterampilan Memimpin Diskusi Kelompok Kecil
7. Keterampilan Mengelola Kelas
8. Keterampilan Mengelola Kelompok Kecil atau Perorangan
C. Keterampilan Mengadakan Variasi
Dalam kehidupan sehari-hari dan dimana-mana, kebosanan dapat terjadi dan akan diupayakan untuk mengurangi, bahkan bilamana mungkin menghilangkannya. Kebosanan akan terjadi apabila seseorang selalu melihat, mendengar, melakukan, merasakan suatu peristiwa yang sama secara berulang-ulang (monoton). Hal serupa juga akan dapat terjadi pada peserta didik pada proses pembelajaran secara umum dan khususnya pada pembelajaran pendidikan jasmani, sehingga kompetensi yang diharapkan pada pembelajaran tersebut tidak dapat tercapai. Untuk mengatasi kebosanan pada proses pembelajaran, sangat dibutuhkan kompetensi keterampilan mengajar “mengadakan variasi” bagi guru agar peserta didik (siswa) terhindar dari kebosanan yang disebabkan oleh proses pembelajaran yang kurang atau bahkan tidak menarik, kurang/tidak efektif, kurang/tidak menyenangkan, kurang/tidak merangsang aktivitas, bahkan kurang/tidak membangkitkan kreatifitas peserta didik/siswa, sehingga minat, perhatian dan motivasi siswa terhadap proses pembelajaran oleh guru disekolah menurun.
Keterampilan mengajar dengan melakukan variasi telah dikenal sejak lama dan dianggap sebagai keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai oleh seorang guru (Kosasi, 1985:4)
Hasibuan dan Moedjiono (1988:64) mendefinisikan keterampilan mengajar bervariasi sebagai perbuatan guru dalam konteks proses belajar mengajar yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa sehingga dalam proses belajarnya siswa senantiasa menunjukkan ketekunan, keantusiasan dan berperan aktif.
Hasibuan, Ibrahin dan Toenlioe (1988:71) mengartikan keterampilan mengajar bervariasi sebagai suatu proses pengubahan dalam pengajaran yang menyangkut tiga komponen yaitu gaya mengajar yang bersifat professional, penggunaan media daan bahan-bahan instruksional dan pola serta tingkat interaksi guru dengan siswa.
Dari ungkapan tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan mengajar bervariasi yang telah dikenal sejak lama, dan merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai oleh seorang guru, tekait dengan kompetensi guru dalam mengelola dan menggunakan gaya mengajar, media dan interaksi guru-siswa secara dinamis dalam kegiatan pembelajaran, dengan tujuan untuk menarik minat dan mengatasi kebosanan siswa dalam kegiatan pembelajaran yang monoton sehingga dalam proses belajarnya peserta didik/siswa senantiasa menunjukkan ketekunan , keantusiasan, serta berperan aktif.
Manfaat atau kegiatan diterapkannya cara mengajar bervariasi oleh guru bagi siswa adalah sebagai berikut: (Hasibuan dan Moedjiono, 1988:65)
1) Memelihara dan meningkatkan perhatian siswa terhadap hal-hal yang berkaitan dengan aspek belajar 2) Meningkatkan kemungkinan berfungsinya motivasi/rasa ingin tahu siswa melalui kegiatan investigasi dan eksplorasi (kegiatan penelitian dan penjelajahan) 3) Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah 4) Kemungkinan dilayaninya siswa secara individual sehingga memberi kemudahan belajar 5) Mendorong aktivitas belajar dengan cara melibatkan siswa dengan berbagai kegiatan atau pengalaman belajar yang menarik dan berguna dalam berbagai tingkat kognitif.
Kosasi (1985:4) menyebutkan bahwa manfaat keterampilan mengadakan variasi dalam mengajar, terutama untuk pemusatan perhatian dan pemberian motivasi adalah:
a) Untuk menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek-aspek belajar-mengajar yang relevan; b) Untuk memberikan kesempatan berkembangnya bakat “utuk mengetahu dan menyelidiki” dari siswa tentang hal-hal baru; c) Untuk memupuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan berbagai cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang lebih baik; d) Untuk memberi kesempatan kepada siswa mendapatkan cara menerima pelajaran yang disenanginya; dan e) Untuk lebih meningkatkan kadar CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dalam proses belajar mengajar dengan melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman yang menarik dan terarah pada berbagai tingkat kognitif.
Dari kedua pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan, bahwa manfaat pengadaan variasi pada proses pembelajaran adala:
1. Minat dan perhatian peserta didik/siswa terhadap proses pembelajaran akan tumbuh dan berkembang.
2. Rasa ingin tahu peserta didik /siswa dan keinginan untuk mencoba ataupun melakuakan semakin besar.
3. Tingkah laku dan sikap positif peserta didik/siswa kepada guru dan sekolah berkembang.
4. Peserta didik/siswa dapat memilih cara belajar yang sesuai.
5. Ranah psikomotor, kognitif dan afektif peserta didik/siswa akan lebih berkembang.
Dalam menerapkan keterampilan mengajar bervariasi ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, yaitu: perubahan yang digunakan harus efektif, penggunaan teknik variasi harus lancar dan tepat penggunaan komponen-komponen variasi harus terstruktur dan direncanakan sebelumnya serta penggunaan komponen variasi harus luwes dan spontan berdasarkan balikan siswa (Hasibuan dan Moedjiono, 1988:66). Sedangkan kosasi (1985:5) mengemukakan adanya 3 (tiga) prinsip yang berhubungan dengan penggunaan keterampilan mengadakan variasi dalam pelaksanaan pembelajaran, antara lain:
a) Variasi hendaknya digunakan dengan suatu maksud tertentu, relevand dengan tujuan yang hendak dicapai, cocok dengan kemampuan anak dan hakekat pendidikan, penggunaan variasi yang wajar yang beragam sangat dianjurkan, dan sebaiknya pemakaian yan berlebihan akan menimbulkan kebingungan malahan dapat mengganggu proses belajar mengajar; b) Variasi harus digunakan secara lancar dan berkesinambungan, sehingga tidak merusak perhatian murid dan tidak mengganggu proses belajar mengajar; dan c) sejalan dengan prinsip diatas, variasi tertentu memerlukan susunan dan perencanaan yang baik; artinya secara eksplisit dicantumkan dalam rencana pembelajaran. Disamping itu, bila diperlukan komponen keterampilan tersebut dapat juga digunakan secara luwas (fleksibel) dan spontan sesuai dengan balikan yang diterima oleh siswa selama pelajaran berlangsung.
Selanjutnya dapat disimpulakan, bahwa prinsip penggunaan keterampilan mengadakan variasi adalah:
1. Relevan dengan kompetensi pembelajaran dan pengembangan karakteristik peserta didik/siswa.
2. Perubahan gaya mengajar berjallan lancar dan berkesinambungan.
3. Perubahan gaya mengajar terjadi secara fleksibel dan spontan
Komponen keterampilan mengajar bervariasi ada tiga macam, yaitu:
a) Variasi dalam gaya mengajar guru meliputi komponen-komponen: variasi suara (keras-lemah, cepat-lambat, dan tinggi-rendah dan besar-kecilnya suara), pemusatan perhatian (secara verbal, syarat atau dengan menggunakan model), kesenyapan (berhenti sejenak secara tiba-tiba ditengah kegiatan untuk menarik perhatian siswa atau memberikan kesempatan pada siswa untuk mengendapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelum pindah ke materi yang baru), kontak pandang (untuk meningkatkan hubungan dengan siswa dan menghindarkan hal-hal yang bersifat impersonal selama proses belajar mengajar), gerakan badan dan mimik (perubahan ekspresi wajah, gerakan kepala dan badan), perubahan posisi guru; b) Variasi dalam penggunaan media dan bahan-bahan pengajaran (alat media dan bahan yang digunakan harus beragam dan relevan dengan tujuan pengajaran), jenis variasi ini ada tiga yaitu: variasi alat dan bahan yang dapat dilihat, variasi alat dan bahan yang dapat didengar, variasi alat dan bahan yang dapat diraba dan dimanipulasi; c) Variasi dalam pola interaksi dan kegiatan siswa (sebaiknya tidak menerapkan pola interaksi satu arah tetapi pola interaksi yang mewajibkan semua individu yang ada di dalam kelas berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran tanpa memandang peran yang disandangnya). (Hasibuan dan Moedjiono, 1988:66).
Berdasarkan uraian di atas, variasi dalam gaya mengajar guru banyak sekali, dan apabila komponen tersebut dapat dilakukan dengan tepat dengan memperhatikan prinsip-prinsip penggunaannya, akan sangat berguna dalam upaya membangkitkan dan meningkatkan pemusatan perhatian, minat dan semangat peserta didik/siswa dalam pembelajaran
Pada pembalajaran pendidikan jasmani terkait dengan variasi gaya mengajar, untuk komponen gaya mengajar perlu dikembangkan gaya mengajar Pendidikan Jasmani dari Mosston.
Gaya mengajar Pendidikan Jasmani yang dikembangkan oleh Mosston (1966) ada sebelas, yaitu: (1) The Command Style; (2) The Practice Style; (3) The Reciprocal Style; (4) The Inclusion Style; (5) The Self-Check Style; (6) The Guided Discovery Style; (7) The Convergent Discovery Style; (8) The Divergent Production Style; (9)The Individual Program-Learner’s Design Style; (10) The Learner-Initiated Style; dan (11) The Self-Teaching Style.
Empat dari sebelas gaya mengajar pendidikan jasmani yang dipilih dalam penelitian ini relatif mudah dilaksanakan dalam pembelajaran, antara lain: The Command Style (gaya komando), The Practice Style (gaya latihan), The Resiprocal Style (gaya resiprokal) dan The Inclusion Style (gaya inklusi).
Pada gaya komando, peran guru pada pembelajaran sangat dominan sebagai pembuat keputusan kepada semua tahap, karena pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi sepenuhnya dilakukan oleh guru, sedangkan peserta didik/siswa hanya berperan sebagai pelaku ataupun pelaksana saja yang sepenuhnya harus tunduk terhadap pengerahan, penjelasan, contoh gerakan, dan segala perintah dari guru.
Esensi dari gaya komando adalah adanya hubungan yang langsung dan cepat antara stimulus guru dan respon murid. Stimulus (tanda komando) yang diberikan guru, mengawali setiap gerakan peserta didik /siswa dalam menampilkan gerakan sesuai contoh dari guru.
Pada gaya latihan atau penugasan, pada awalnya guru menggunakan gaya komando, namun dalam tahap tertentu memberi tugas kepada siswa boleh mengambil keputusan sendiri. Perubahan harus diadakan dengan cara pengalihan keputusan yang spesifik dari guru kepada peserta didik/siswa dalam 9 (sembilan) kategori pelaksanaan yang terdiri dari: (1) sikap; (2) lokasi; (3) urutan tugas; (4) waktu untuk mengawali tugas; (5) irama dan kecepatan; (6) waktu untuk mengakhiri tugas; (7) interval; (8) pakaian dan penampilan; (9) inisiatif pertanyaan sebagai klarifikasi.
Guru berperan untuk membuat keputusan dalam perencanaan dan evaluasi. Guru bertindak sebagai penyusun rencana dan mempresentasikan rencana tersebut kepada peserta didik/siswa. Pada saat pelaksanaan, peserta didik/siswa mempunyai kesempatan untuk belajar mengimplementasikan sembilan kategori tersebut dan guru tidak memberi komando dalam aktivitas siswa. Sedangkan pada tahap evaluasi, guru melakuakn observasi/pengamatan terhadap kegiatan/aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik/siswa secara individu.
Pada gaya resiprokal, kelas diorganisir dan dikondisikan dalam peran-peran tertentu, ada peserta didik/siswa yang berperan sebagai pelaku, dan sebagai observer sedangkan guru sebagai fasilitator. Observer mengamati tampilan/aktifitas yang dilakukan oleh temannya (pelaku), selanjutnya observer tersebut mengevaluasi tampilan dari karyawannya yang bertindak sebagai pelaku, dengan bantuan guru. Dalam hal ini evaluasi dilakukan oleh peserta didik/siswa sendiri secara bergantian.
Pada gaya inklusi, guru berperan sebagai pembuat keputusan dalam perencanaan, sedangkan peserta didik/siswa dalam pelaksanaan dan evaluasi. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru terlebih dahulu menyampaikan rencana kegiatan yang akan dilakukan, peserta didik/siswa mengambil keputusan untuk membagi diri dalam kelompok, yang sesuai dengan kompetensi (kemampuan) atas dasar penilaian masing-masing individu peserta didik/siswa terkait dengan faktor kesulitan/beratnya aktivitas yang dilakukan, sedangkan pada kegiatan evaluasi, peserta didik/siswa mengevaluasi dirinya untuk menetapkan kelompok yang akan diikuti pada kegiatan yang lain yang sama/sejenis.
Interaksi belajar mengajar dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam, antara lain:
(1) Hubungan guru-siswa sepihak; pengajaran merupakan proses transfer pengetahuan kepada siswa, guru merupakan satu-satunya sumber belajar; (2) Hubungan guru-siswa dua arah atau timbal balik; guru hanyalah fasilitator yang memberikan aksi-aksi yang merangsang siswa untuk melakukan reaksi, selain itu guru bukanlah satu-satunya sumber belajar; (3) Hubungan guru-siswa yang interaktif; semua individu yang ada di dalam kelas ikut berperan aktif tanpa memandang perannya; dan (4) Hubungan guru-siswa dengan guru sebagai konsultan; guru hanya sebagai konsultan apabila siswa mengalami kesulitan dalam kegiatan belajarnya di kelas, siswa memperoleh pengalaman dari temannya sendiri (Roestiyah, 1986:41-45)
Pola interaksi manakah yang akan dipakai, harus disesuaikan dengan kondisi kelas. Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa pola interaksi pada pembelajaran pendidikan jasmani meliputi: (a) siswa mandiri; (b) interaksi antara guru-siswa; (c) interaksi antara siswa-siswa; (d) interaksi antara guru-siswa-guru; dan (e) interaksi antara guru-siswa, siswa-guru, dan siswa-siswa.
D. Keterampilan Mengelola Kelas
Pada keterampilan mengelola kelas secara khusus pada pembelajaran pendidikan jasmani adalah terkait dengan manajemen pembelajaran. Manajemen pembelajaran yang efektif dapat terwujud dengan melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menetapkan aturan kelas (class routine)
Siswa yang memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu yang diperoleh dari pengalaman hidup sebelumnya yang memungkinkan adanya kebiasaan tidak baik, perlu diarahkan dan dibimbing untuk melaksanakan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui pemberian aturan pada saat proses pembelajaran, antara lain pemberian tanda/isyarat untuk berkumpul, formasi yang dikehendaki, mendengarkan penjelasan guru, mengikuti perintah/aba-aba, kerja sama dalam kegiatan, penetapan syarat untuk boleh melakukan kegiatan pembelajaran, penggunaan pakaian/ruangan/lapangan dan alat. Aturan ini harus diberikan pada awal pertemuan.
2) Memulai kegiatan tepat waktu (getting started)
Tanda untuk memulai suatu kegiatan harus ada kerena apabila tidak ada akan mengakibatkan banyaknya waktu yang terbuang. Aba-aba memulai kegiatan diharapkan tidak membingungkan siswa (jelas dan tegas). Persiapan perlu dilakukan agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan tertib. Guru pendidikan jasmani harus dapat mengarahkan siswa untuk segera melakukan kegiatan secara tepat waktu agar pembelajaran berlangsung secara efektif.
3) Mengatur pelajaran (managing the lesson)
Pada pembelajara yang efektif, guru harus mengatur dan menjaga agar proses kegiatan belajar lancar dan tidak mengalami gangguan/hambatan. Guru harus mengoptimalkan keikutsertaan siswa, kesempatan melakukan, penggunaan peralatan, serta mengorganisir pembagian kelompok, dan hal yang tidak kalah pentingnya adalah tidak banyak berceramah pada pembelajaran praktik keterampilan gerak (skill) agar tidak menimbulkan kejenuhan siswa.
4) Mengelompokkan siswa (grouping the students)
Guru merencanakan pembagian kelompok siswa, sesuai dengan jumlah siswa, alat yang tersedia serta informasi yang dikehendaki. Apabila diperlukan dapat pula ditetapkan siswa sebagai ketua kelompok yang bertanggung jawab pada kelompoknya (hal ini juga merupakan pemberian latihan sebagai pemimpin)
5) Memanfaatkan ruang/lapangan dan peralatan (utilizing space and equipment)
Pada pembelajaran praktik keterampilan gerak (skill) guru harus mengoptimalkan keikutsertaan siswa dalam kegiatan agar repetisi/pengulangan gerakan dapat lebih banyak. Ruang/lapangan dan peralataan harus dioptimalkan penggunaannya namun denga mempertimbangkan kebutuhan (situasi dan kondisi). Penggunaan ruang/aula/in-door akan lebih efeektif, karena dinding merupakan pembatas yang sangat membantu, terkait dengan lari/menggelindingnya alat yang tidak jauh.
6) Mengakhiri pelajaran (ending the lesson)
Pada akhir pembelajaran diharapkan siswa memiliki kesan yang baik selam kegiatan berlangsung, sehingga siswa selalu mengingat hal-hal yang berupa pengalaman selama kegiatan. Dalam hal ini guru harus membuat klimaks naik pada setiap pertemuan, sehingga siswa berharap adanya kegiatan lanjut yang lebihmenarik pada pertemuan selanjutnya. Untuk akhir pembelajaran kegiatan jasmani harus dilakukan tepat waktu, dengan mempertimbangkan kesempatan siswa untuk menyapu/membersihkan keringat, minum dang anti pakaian. Jangan sampai siswa dihukum guru matapelajaran berikutnya karena terlambat masuk ke kelas pada pelajaran selanjutnya.
E. Keterampilan Memberikan Penguatan
Komponen-komponen member penguatan meliputi:
1. Secar verbal
2. Menggunakan mimik/gerakan
3. Mendekati siswa
4. Sentuhan guru
5. Melaksanakan kegiatan yang menyenangkan
6. Berupa simbol dan benda/hadiah
Cara-cara penggunaan yang benar:
1. Kepada pribadi
2. Kepada kelompok siswa
3. Dengan segera
4. Penguatan tak penuh
5. Variasi dalam penggunaan
http://pou-pout.blogspot.com/2010/09/keterampilan-mengelola-kelas-mengadakan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar