Jumat, 10 Juni 2011

DESAIN PEMBELAJARAN PAKEM

1. Pengantar


Beberapa orang memandang bahwa PAKEM sama dengan kerja kelompok. Jika dalam suatu kelas sedang berlangsung pembelajaran, dan disana siswa tetap duduk seperti orang menonton bioskop, semua menghadap ke depan, duduk berdua dengan satu bangku, maka dengan mudah dan cepat kita katakan kelas itu tidak PAKEM.

Tetapi sebaliknya jika kita masuk ke suatu kelas dan siswa sedang duduk kelompok, walau mereka hanya duduk dalam kelompok, dan tidak semua bekerja, maka dengan mudah kita mengatakan kelas itu PAKEM.

Seharusnya menilai PAKEM tidaknya suatu pembelajaran tidak cukup hanya dengan melihat pengaturan tempat duduk siswa, tetapi harus diperhatikan pula intensitas keterlibatan siswa dalam belajar.

Usaha-usaha yang menawarkan sebuah pembaharuan, termasuk penerapan PAKEM di kelas, biasanya akan menemui masalah. Beberapa masalah yang masih sering ditemukan baik dalam pelatihan maupun dalam penerapan PAKEM di kelas dapat dilihat di bawah ini.

Beberapa temuan penerapan PAKEM di kelas adalah sebagai berikut:

1) Guru kurang banyak memperoleh kesempatan menyaksikan pembelajaran PAKEM yang baik

2) Guru kurang memiliki referensi (buku, video, dll) tentang pembelajaran PAKEM yang baik

3) Tugas yang diberikan bersifat tertutup dan banyak pengisian lembar kerja (LK) yang kurang baik.

4) Pembelajaran kurang memberikan tantangan sesuai kemampuan siswa

5) Pembelajaran hanya mengajarkan satu indikator dengan satu aktifitas.

6) Perbedaaan individual siswa kurang diperhatikan termasuk laki-laki/perempuan, pintar/kurang pintar, sosial ekonomi tinggi/rendah.

7) Pengelolaan siswa kurang sesuai dengan kegiatan

8) Guru merasa khawatir dan pesimis untuk melaksanakan PAKEM di kelas 6 dan 9.

9) Pajangan cenderung menampilkan semua apa yang dikerjakan siswa dengan hasil yang seragam.

Berbagai kendala selalu ada, akan tetapi dukungan pun tak kurang banyak dalam menerapkan PAKEM. Berbagai pelatihan telah diikuti dan para guru telah melakukannya di kelas masing-masing.

Sebagai upaya untuk terus meningkatkan mutu pelaksanaan PAKEM, pada unit ini dibahas dan kaji secara berurutan: 1) telaah PAKEM, 2) pengembangan ide pembelajaran, 3) teknik bertanya, 4) pengorganisasian kelas, dan 5) pembe- lajaran kooperatif.

2. Tujuan :

Setelah mengikuti sesi ini, diharapkan peserta:

a. Mampu mengidentifasi sifat-sifat PAKEM tertentu dalam pembelajaran yang dilaksanakan

b. Mampu mengembangkan ide pembelajaran

c. Mampu mengidentifikasi jenis pertanyaan yang efektif

d. Mampu mengorganisasikan kelas sesuai dengan tugas pembelajaran

e. Mampu mengembangkan pembelajaran kooperatif

3. Persiapan

Setiap fasilitator perlu membaca keseluruhan isi paket pelatihan termasuk bab pendahuluan dan mendalami unit yang menjadi tanggung jawabnya agar memahami benar: Sumber bahan yang diperlukan, lembar kerja/slide powerpoint yang akan digunakan, pengorganisasian/pembagian kelompok dan waktu yang tersedia untuk setiap kegiatan (pengelolaan waktu).

4. Bahan Penunjang

1) Transparan OHP/slide powerpoint

2) Lembar tugas untuk modelling PAKEM

3) Pena, kertas lebar, gunting, spidol warna

5. Kegiatan

1) Pengantar (15 menit)

Fasilitator membuka sesi ini dan menyampaikan informasi yang berkaitan dengan isu dalam kegiatan PAKEM. Kemudian memberikan informasi tentang pengalaman belajar apa yang akan dilaksanakan dalam sesi ini.

2) Cerita dari Guru (Nara Sumber) (20 menit)

Satu atau dua nara sumber dipilih dari guru / fasilitator yang sudah berhasil melaksanakan PAKEM / CTL dengan baik. Mereka diminta membawa hasil karya siswa dan / atau bahan ajaran yang kreatif, serta foto kalau ada. Mereka menjelaskan tentang pembelajaran yang berkaitan dengan bahan yang dibawa.

3) Diskusi tentang Keberhasilan dan Hambatan (30 menit)

Para peserta dibagi kelompok 5 – 6 orang untuk membahas (i) keberhasilan dalam melaksanakan PAKEM / CTL dan (ii) hambatan yang dihadapi. Hasil diskusi ditulis di kertas besar untuk dipajanagkan.

4) Belanja dan Diskusi (40 menit)

Para peserta bekeliling membaca hasil diskusi kelompok lainnya (15 menit), ditindaklanjuti dengan diskusi pleno tentang temuan (25 menit)

5) Modelling dan Diskusi :Konvensional dan PAKEM (120 menit)

Dalam sesi ini akan ditampilkan 2 modelling pembelajaran yaitu :

a. Pembelajaran Konvensional

b. Pembelajaran PAKEM

Dalam pembelajaran konvensional dan PAKEM tersebut, fasilitator bertindak sebagai model dan menyajikan contoh pembelajaran konvensional dan PAKEM. Contoh pembelajaran mencakup 2 mata pelajaran yaitu : bahasa Indonesia dan Matematika. Dalam penyajian modelling ini peserta dibagi dalam beberapa kelompok (tergantung banyaknya peserta). Setiap kelompok dibagi 2, yaitu kelompok yang berperan sebagai siswa dan kelompok yang berperan sebagai pengamat. Kelompok pengamat dilengkapi dengan lembar pengamatan yang sudah disiapkan (lampiran 9). Bahan, tahapan detail dan lembar kerja lihat di lampiran 1-8.

6) Pengembangan Gagasan Pembelajaran (45 menit)

Setelah peserta mengamati 2 model pembelajaran di atas, peserta mendiskusikan hasil kegiatan tersebut termasuk membahas lembar pengamatan yang diisi kelompok pengamat (lampiran 9). Setelah diskusi mereka mencoba mengembangkan ide-ide sederhana yang mungkin bisa diterapkan dalam pembelajaran PAKEM yang akan dilakukan, termasuk: cara bertanya, kerja kelompok, dan sebagainya.

a. Peserta dalam kelompok 4-5 orang mengembangkan langkah-langkah KBM untuk satu topik yang diberikan oleh fasilitator atau diseleksikan oleh peserta sendiri. Langkah-langkah tersebut harus memperhatikan ciri-ciri pembelajaran PAKEM di atas.

b. Kelompok-kelompok saling menukar hasil kerjanya dan memberikan masukan perbaikan.

7) Ketrampilan bertanya (60 menit)

a. Fasilitator menayangkan PowerPoint/OHP dengan pertanyaan berikut untuk menimbulkan gagasan dari peserta:

· Mengapa kita mengajukan pertanyaan kepada siswa?

· Pertanyaan apa yang sering disampaikan oleh guru, mengapa?

b. Lewat Powerpoint/OHP, dan lembar bacaan, fasilitator memberi contoh bacaan (lihat Lampiran 10) dan berbagai pertanyaan yang memuat/mengacu pada ketiga jenis/sifat pertanyaan di bawah ini:

· mencari informasi

· memanfaatkan pengetahuannya

· menciptakan sesuatu yang baru dan memberikan pendapat

c. Peserta ( dalam kelompok kecil 3-4 orang ) menyusun 3 pertanyaan dari ketiga jenis/sifat pertanyaan di atas, dengan menggunakan teks yang sama

d. Peserta saling menukar pertanyaan untuk didiskusikan kualitas pertanyaan dan memberi tanggapan/perbaikan. Peserta meninjau kembali hasil perbaikan dan saran dari kelompok lain untuk kemudian disempurnakan dan dikembangkan

e. Secara pleno Fasilitator dengan memakai Powerpoint atau OHP mengajukan kepada peserta pertanyaan sebagai berikut:

a) Pertanyaan mana yang dianggap mudah untuk ditulis dan dijawab?

b) Pertanyaan mana yang dianggap sulit untuk ditulis dan dijawab? mengapa?

c) Apa yang bisa membantu kita untuk menyusun pertanyaan seperti kategori b dan c.

f. Fasiltator menutup kegiatan ini dengan bertanya kepada peserta untuk reviu kembali pertanyaan dalam contoh pembelajaran PAKEM dan mengidentifikasikan jenisnya pertanyaan dari tiga kategori yang dibahas tadi (mencari informasi; memanfaatkan pengetahuannya; menciptakan sesuatu yang baru dan memberikan pendapat)

8) Pengorganisasian kelas (60 menit)

Untuk kegiatan tentang pengorganisasian kelas, bila ada video tentang pengorganisasian kelas dapat ditayangkan sebagai salah satu sumber dan media pembelajaran pada awal kegiatan itu. Jika tidak ada, langkah-langkah berikut dapat dilakukan.

a. Dengan memakai Powerpoint/OHP, fasilitator mengajukan pertanyaan berikut kepada peserta tentang organisasi kelas (Klasikal, kelompok, dan individu).

· Apa yang anda ketahui tentang belajar klasikal, kelompok, dan individu?

· Kapan siswa belajar klasikal, kelompok atau individual?

· Mengapa siswa bekerja/belajar secara klasikal, kelompok dan individual?

Peserta dan fasilitator kemudian membahas bersama (melalui penayangan Powerpoint/OHP) beberapa jenis organisasi dengan mencoba memberikan contoh tugas/kegiatan yang sesuai untuk jenis organisasi masing-masing (lihat Lampiran 11 dan 12).

b. Peserta mengidentifikasi kegiatan yang harus dikerjakan secara klasikal, kelompok atau individu dengan menggunakan lembar kerja berikut:





Sesudah tugas selesai peserta saling menukar pilihan dengan memberikan alasan dan komentar. Selanjutnya fasilitator menayangkan slide Power Point/OHP tips pengorganisasian kelas (Lihat Lampiran 13)

9) Pembelajaran Kooperatif (60 menit)

Dalam sesi ini ada 2 kegiatan pokok. Pertama, fasilitator menyajikan bahan-bahan/informasi yang berkaitan dengan pembelajaran koooperatif. Kedua, peserta melakukan aktivitas yang berhubungan dengan pembelajaran kooperatif melalui bahan yang sudah disiapkan oleh fasilitator. Bahan dapat dilihat dalam Lampiran 14 - 15 .
1) Guru

· Guru lebih banyak memberi kesempatan anak untuk bekerja (menemukan sendiri, mengungkapkan pendapat dsb.)

· Guru menciptakan pembelajaran yang menantang

· Guru mempergunakan berbagai media, metode, dan sumber belajar, termasuk sumber belajara dan bahan dari lingkungan

· Guru memberikan tugas dan bantuan yang berbeda sesuai dengan kemampuan siswa

· Guru mengelola kelas secara fleksibel (individu, kelompok, pasangan) sesuai tugas yang diberikan untuk melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran.

2) Siswa

· Siswa tidak takut bertanya

· Ada interaksi antara siswa untuk mmebahas dan memecahkan masalah

· Siswa aktif bekerja

· Siswa dapat mengungkapkan dengan kata-kata sendiri

· Siswa melakukan kegiatan baca mandiri

· Siswa melakukan kegiatan proyek (teknologi sederhana, menulis biograpi tokoh).
3) Kelas

· Ada pajangan yang merupakan hasil karya siswa

· Pajangan dimanfaatkan sebagai sumber belajar

· Penataan tempat duduk memudahkan interaksi guru dengan siswa, siswa dan siswa

· Ada penataan sumber belajar (alat bantu belajar, poster, buku) yang dimanfaatkan siswa.

Lampiran

Lampiran 1

Modeling pembelajaran Konvensional dan PAKEM

1) Persiapan dan pengorganisasian kelompok

a. Persiapan

Selama kegiatan ini, fasilitator akan memberikan 2 contoh (model) pembelajaran, yakni: pembelajaran konvensional, dan pembelajaran PAKEM. Contoh tersebut mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika (Lihat Lampiran 1- 4 ). Untuk melaksanakan tugas ini dengan baik, Anda (fasilitator) harus merencanakan dan menyiapkan pembelajaran yang meliputi:

· Mengorganisasikan peserta ke dalam kelompok beserta peran masing-masing dalam kelompok

· Mengorganisasikan ruang belajar

· Mengorganisasikan bahan-bahan yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran

b. Pengorganisasian kelompok

Pengorganisasian kelompok akan tergantung pada jumlah peserta dan ketersediaan ruangan. Saran pengaturan diberikan tetapi Anda mungkin menyesuaikannya dengan situasi setempat. Model ini didasarkan jumlah peserta 100 orang peserta.

Kegiatan ini melibatkan setengah kelompok menjadi “siswa” dan setengahnya lagi menjadi pengamat.

c. Pengorganisasian ruang belajar

Selama pembelajaran konvensional, meja dan kursi diatur menghadap ke papan tulis dan “siswa” duduk berjajar. Meja dan kursi perlu diatur kembali setelah model pembelajaran pertama (pembelajaran konvensional) untuk memberikan kesempatan kepada peserta bekerja dalam kelompok-kelompok pada model pembelajaran kedua (pembelajaran PAKEM).

Selama pembelajaran konvensional, pengamat duduk di samping “siswa” . Dalam pembelajaran PAKEM para pengamat duduk di antara kelompok “siswa”. Pengamat tidak berpartisipasi di dalam pembelajaran, tetapi mengamati dan mengisi lembar observasi.

d. Pengorganisasian bahan untuk pelajaran.

Bacalah dengan teliti daftar bahan yang diperlukan pada awal model pelajaran dan pastikan Anda sudah siap dengan foto copy lembar kerja dan bahan yang tersedia. Bacalah petunjuk pelajaran dengan baik agara Anda mengetahui benar apa yang harus dikerjakan.

2) Pelaksanaan model pembelajaran

Ikutilah petunjuk yang diberikan dan usahakan melaksanakan pembelajaran seperti yang diberikan dalam model pembelajaran. Bagikan lembar observasi kepada para pengamat untuk mendeskripsikan aspek-aspek PAKEM. Laksanakan terlebih dulu pembelajaran konvensional dan kemudian pembelajaran PAKEM.

a) Dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang (sebagian anggota sebagai pengamat dan sebagian sebagai “siswa”) menyimpulkan hasil pengamatannya dan membandingkan hasil dari pengamatan proses dan hasil kerja “siswa” antara pembelajaran konvensional dan PAKEM.

b) Peserta membandingkan ciri-ciri dari kedua pembelajaran tersebut. Peserta diminta untuk mengidentifikasi ciri-ciri pembelajaran PAKEM, misalnya:

· Tugas terbuka

· Pertanyaan yang mengundang tanggapan siswa yang bervariasi

· Mengorganisasikan kelas sesuai dengan tugas pembelajaran.

c) Fasilitator menyimpulkan hasil diskusi dengan menekankan ciri-ciri pembelajaran PAKEM dengan menggunakan power point/OHP yang terkait dengan ketiga ciri di atas.

Pakem (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan

A. Pendahuluan
Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa bangsa Indonesia harus cerdas, damai, merdeka, dan adil. Hal-hal yang disebutkan itu merupakan tujuan pendidikan yang harus diwujudkan. Tujuan tersebut secara eksplisit dijabarkan di dalam UUSPN Nomor 20/2003 yang menyatakan bahwa siswa harus memiliki daya saing dalam menghadapi global. Lebih rinci lagi dijabarkan di dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyatakan siswa harus memiliki (a) Kualifikasi mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan; (b) Dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut, serta (c) memiliki kecakapan hidup mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional
Menurut UUSPN 2003, untuk mewujudkan tujuan tersebut, pembelajaran dilaksanakan melalui olahhati, olahpikir, olahrasa & olahraga. Sementara menurut PP Nomor 19/2005 pembelajaran dilaksanakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pembelajaran juga harus memberi keteladanan.
Uraian di atas menyiratkan bahwa paradigma pembelajaran yang selama ini dilakukan harus diubah. Pembelajaran harus menerapkan inovasi. Inovasi terjadi pada tataran implementasi, yaitu menerapkan pembelajaran inovatif. Dengan perkataan lain inovasi sangat berkait dengan perubahan tingkah laku guru/dosen.
Terdapat beberapa alasan, mengapa harus mengubah paradigma pembelajaran sebagai berikut.
1. Jumlah informasi yang sedemikian banyak di satu sisi, sementara di sisi lain terbatasnya jumlah waktu yang tersedia, tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan semua informasi dalam bentuk jadi kepada siswa/mahasiswa. Diperlukan suatu kleterampilan tertentu yang dapat digunakan oleh siswa untuk mengarahkan dirinya dalam rangka belajar sepanjang hayat.
2. Tidak semua aspek pengetahuan dapat diajarkan dengan cara yang sama apalagi hanya dengan satu cara. Diperlukan variasi cara dan strategi sesuai dengan karakteristik materi pelajaran yang diajarkan. Materi pelajaran di sekolah dasar amat beragam, kaya dengan instrumen dan KIT di satu pihak sementara di lain pihak juga kaya dengan konsep, teori, dan prinsip serta hukum yang tiap-tiap substansi memiliki karakteristik berbeda yang memerlukan strategi berbeda pula untuk mengajarkannya. Lebih-lebih lagi guru SD yang berperan sebagai guru kelas.
3. Orientasi pada penguasaan target materi telah berhasil dalam kompetensi mengingat jangka pendek, tapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
4. Hasil penelitian yang dilakukan dalam 25 tahun terakhir tentang otak manusia menunjukkan bahwa drill hanya mengembangkan satu bagian otak manusia yang disebut dengan batang otak (otak manusia terdiri dari batang otak, sistem limbik dan neokorteks/otak berpikir). Batang otak atau sering disebut dengan otak reptil berfungsi motor sensorik, bertanggungjawab mengkoordinasikan aktivtas yang meyangkut kelangsungan hidup: melawan atau lari. Sementara neokorteks berfungsi berpikir, bernalar, berperilaku baik, kemampuan berbahasa, dan kecerdasan yang lebih tinggi belum difungsikan secara maksimal.
5. Pembelajaran suatu bidang ilmu lebih baik dilakukan dengan cara sebagaimana ilmu itu ditemukan oleh para ahli. Hal ini mengisyaratkan adanya integrasi antara keterampilan kerja ilmiah dengan penguasaan konsep. Integrasi ini bermaksud untuk belajar tentang konsep fisika, siswa menggunakan keterampilan kerja ilmiah sebagai alat. Untuk belajar keterampilan kerja ilmiah, siswa menggunakan substansi mata pelajaran dalam hal ini fisika sebagai kendaraan.
6. Menurut Kurikulum yang berlaku, pendekatan belajar di dalam sains (a) empat pilar pendidikan, (b) inkuiri sains, (c) sains, teknologi, dan masyarakat, (d) konstruktivisme, dan (e) pemecahan masalah.
7. KBM seharusnya terfokus pada learning, berangkat dari masalah nyata, menumbuhkembangkan kemampuan menggunakan keterampilan proses.
8. Strategi lebih penting dari pada hanya sekedar hasil (baca produk saja).

Menurut Model SPICES hybrid curricula, inovasi terjadi bila terjadi perubahan perilaku guru/dosen atau perubahan paradigma dari karakteristik atau paradigma pembelajaran yang digambarkan oleh kelompok kata-kata pada kolom sebelah kiri menjadi seperti digambarkan oleh kelompok kata di kolom sebelah kanan sebagai berikut.
Teacher-centered ……………...…………….…. Student-centered
Subject-based ……………...…………….......... Problem-based
Dicipline………...…………...……………..….. Integrated-based
Hospital -oriented…………...………..….. …… Community -based
Standardized ……………...………...……….… Electives
Opportunistic...……………….....……………... Systematic
Pre-graduate...……………….....………….…... Continuing

Pada tataran mikro di kelas, kondisi sekarang yang ditandai dengan Teacher centered, Subject based, Dicipline-based, Hospital-based, Standadized, Opportunistic, Pregraduate, harus berangsur-angsur diubah ke arah model SPICES, yaitu Student centered, Problem-based, Integrated, Community oriented, Electives, Systematic, Contionuing.

Prinsip Berpusat pada siswa
Student centered mengandung pengertian pembelajaran menerapkan strategi pedagogi mengorientasikan siswa/mahasiswa kepada situasi yang bermakna, kontekstual, dunia nyata dan menyediakan sumber belajar, bimbingan, petunjuk bagi pebelajar ketika meraka mengembangkan pengetahuan tentang materi pelajaran yang dipelajarinya sekaligus keterampilan memecahkan masalah
Paradigma yang menempatkan guru/dosen sebagai pusat pembelajaran (teaching) dan siswa sebagai objek, seharusnya diubah dengan menempatkan siswa sebagai subjek yang belajar secara aktif membangun pemahamannya (Learning) dengan jalan merangkai pengalaman yang telah dimiliki dengan pengalaman baru yang dijumpai.
Pengalaman nyata dari negara lain menunjukkan bahwa minat dan prestasi siswa dalam bidang matematika, sains, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat: mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai.

Prinsip Berdasarkan Masalah
Pembelajaran hendaknya dimulai dari masalah-masalah aktual, otentik, relevan dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang berbasis subjek seringkali tidak relevan dan tidak bermakna bagi siswa sehingga tidak menarik perhatian siswa. Pembelajaran yang dibangun berdasarkan subjek seringkali terlepas dari kejadian aktual di masyarakat. Akibatnya siswa/mahasiswa tidak dapat menerapkan konsep/teori yang dipelajarinya di dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Dengan pembelajaran yang dimulai dari masalah maka siswa/mahasiswa belajar suatu konsep atau teori dan prinsip sekaligus memecahkan masalah. Dengan demikian sekurang-kurangnya ada dua hasil belajar yang dicapai, yaitu jawaban terhadap masalah (Produk) dan cara memecahkan masalah (proses).
Kemampuan tentang pemecahan masalah lebih dari sekedar akumulasi pengetahuan dan hukum/teori, tetapi merupakan perkembangan kemampuan fleksibilitas, strategi kognitif yang membantu mereka menganalisis situasi tak terduga dan mampu menghasilkan solusi `yang bermakna. Bahkan Gagne mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan hasil belajar yang paling tinggi.
Bandingkanlah manakah yang lebih menantang bagi siswa, ketika seorang guru memulai pelajaran dengan menulis topik di papan tulis ”Hukum Archimedes” dengan jika dia menulis diapan tulis atau melakukan demonstrasi terlebih dahulu mengapa benda yang ditimbang di udara dan ditimbang di dalam air berbeda hasil pengamatannya.
Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya.

Prinsip Terintegrasi
Seseorang yang belajar seharusnya tidak menggunakan ”kaca mata kuda” yang hanya tahu secara mendalam disiplin ilmunya tapi sama sekali buta tentang kaitan ilmu yang dipelajari dengan disiplin lain. Seorang belajar biologi tentang rantai makanan, dia hanya tahu bahwa terjadi peristiwa makan dan di makan di lingkungan. Hewan A memakan tumbuhan sedangkan hewan B memakan hewan A. Pemahaman hanya berhenti sampai di situ. Padahal sebenarnya mereka juga harus faham dengan baik mengenai hukum termodinamika, bagaimana proses transformasi energi, bagaimana tingkat efisiensinya, bagaimana bentuk-bentuk energi, dan seterusnya. Di dalam inovasi pembelajaran pendekatan terintegrasi lebih diharapkan dari pada pendekatan disiplin ilmu. Kelemahan pendekatan disiplin ilmu, siswa/mahasiswa tidak dapat memandang sistem, mereka akan terkotak pada satu disiplin, sehingga tidak heran seorang guru ketika ditanya ”Apa fungsi Air” dia malah balik bertanya Air apa? Memangnya ada banyak macam air? Guru tersebut menjawab ada dua macam air yaitu air IPS dan air IPA yang fungsinya berbeda.

Prinsip Berorientasi masyarakat
Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. Pengalaman lain dari negara lain juga menemukan bahwa minat dan prestasi siswa dalam bidang matematika, sains, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat mereka diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep, dan bagaimana konsep tersebut dapat dipergunakan di luar kelas. Mengajak mahasiswa/siswa untuk mengimplementasikan apa yang dipelajari di dalam ke konteks masyarakat atau sebaliknya mengambil masalah-masalah yang terjadi di masyarakat sebagai “starter” untuk belajar keterampilan dan pengetahuan yang lebih dalam merupakan proses pembelajaeran yang bermakna bagi siswa/mahasiswa.

Prinsip Menawarkan pilihan
Setiap orang bersifat unik, berbeda dengan orang lain. Siswa/mahasiswa yang belajar juga demikian. Mereka memiliki variasi pada gaya belajar, kecepatan belajar, pusat perhatian, dan sebagainya. Menyamaratakan siswa/mahasiswa selama proses belajar mengajar mungkin akan berdampak pada hasil belajar. Pembelajaran yang inovatif memberi perhatian pada keragaman karakteristik pebelajar itu. Atas dasar itu maka pembelajaran bukan dilakukan seperti yang inginkan oleh guru tetapi lebih kepada apa yang dinginkan oleh mahasiswa/siswa.
Pada strategi pembelajaran inovatif guru/dosen tradisional dan peran siswa/mahasiswa diubah, tanggungjawab siswa/mahasiswa untuk belajar harus ditingkatkan, memberi mereka motivasi dan arahan untuk menyelesaikan program belajarnya dan menempatkan mereka pada pola tertentu agar mereka sukses sebagai pebelajar sepanjang hayat. Pada pembelajaran yang inovatif itu, guru/dosen akan berperan sebagai sumber belajar, tutor, evaluator, pembimbing dan memberi dukungan dalam belajar siswa/mahasiswa.
Prinsip yang mendasari strategi pembelajaran inovatif antara lain: (a) pemahaman dibangun melalui pengalaman, (b) pengertian diciptakan dari usaha untuk menjawab pertanyaan sendiri dan memecahkan masalah sendiri, (c) kita seharusnya mengembangkan instink alami siswa dalam melakukan penyelidikan dan berkreasi; (d) strategi berpusat pada siswa akan membangun keterampilan berpikir kritis, penalaran dan selanjutnya kreativitas dan ketaktergantungan. Salah satu contoh pembelajaran inovatif adalah PAKEM.

B. Apa yang Disebut dengan PAKEM
Sesuai dengan huruf yang menyusun namanya, pembelajaran PAKEM adalah salah satu contoh pembelajaran inovatif yang memiliki karakteristik aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
1. Aktif: pengembang pembelajaran ini beranggapan bahwa belajar merupakan proses aktif merangkai pengalaman untuk memperoleh pemahaman baru. Siswa aktif terlibat di dalam proses belajar mengkonstruksi sendiri pemahamannya. Teori belajar konstruktivisme merupakan titik berangkat pembelajaran ini. Atas dasar itu pembelajaran ini secara sengaja dirancang agar mengaktifkan anak. Di dalam implementasinya, seorang guru harus merancang dan melaksanakan kegiatan-kegiatan atau strategi-strategi yang memotivasi siswa berperan secara aktif di dalam proses pembelajaran. Mengapa pembelajaran harus mengaktifkan siswa? Hasil penelitian menunjukkan bahwa kita belajar 10% dari yang kita baca, 20% dari yang kita dengar, 30% dari yang kita lihat, 50% dari yang kita lihat dan dengar, 70% dari yang kita ucapkan, dan 90% dari yang kita ucapkan dan kerjakan serta 95% dari apa yang kita ajarkan kepada orang lain (Dryden & Voss, 2000). Artinya belajar paling efektif jika dilakukan secara aktif oleh individu tersebut.
2. Kreatif: pembelajaran PAKEM juga dirancang untuk mampu mengembangkan kreativitas. Pembela haruslah memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, inisiatif, dan kreativitas serta kemandirian siswa sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologisnya. Kemandirian dan kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh semua bentuk pembelajaran. Dengan dua bekal itu setiap orang akan mampu belajar sepanjang hidupnya. Ciri seorang pebelajar yang mandiri adalah: (a) mampu secara cermat mendiagnosis situasi pembelajaran tertentu yang sedang dihadapinya; (b) mampu memilih strategi belajar tertentu untuk menyelesaikan masalah belajarnya; (c) memonitor keefektivan strategi tersebut; dan (d) termotivasi untuk terlibat dalam situasi belajar tersebut sampai masalahnya terselesaikan.
3. Efektif: menyiratkan bahwa pembelajaran harus dilakukan sedemikian rupa untuk mencapai semua hasil belajar yang telah dirumuskan. Karena hasil belajar itu beragam, karkteristik efektif dari pembelajaran ini mengacu kepada penggunaan berbagai strategi yang relevan dengan hasil belajarnya. Banyak orang beranggapan bahwa berbagai strategi pembelajaran inovatif termasuk PAKEM seringkali tidak efisien (memakan waktu) lebih lama dibandingka dengan pembelajaran tradisional/konvensional. Hal tersebut tentu amat mudah dipahami, dalam pembelajaran PAKEM banyak hasil belajar yang dicapai sehingga memerlukan waktu yang lama, sementara pada pembelajaran tradisional hasil belajar yang dicapai hanya pada tataran kognitif saja.
4. Menyenangkan: pembelajaran yang dilaksanakan haruslah dilakukan dengan tetap memperhatikan suasana belajar yang menyenangkan. Mengapa pembelajaran harus menyenangkan? Dryden dan Voss (2000) mengatakan bahwa belajar akan efektif jika suasana pembelajarannya menyenangkan. Seseorang yang secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya memerlukan dukungan suasana dan fasilitas belajar yang maksimal. Suasana yang menyenangkan dan tidak diikuti suasana tegang sangat baik untuk membangkitkan motivasi untuk belajar. Anak-anak pada dasarnya belajar paling efektif pada saat mereka sedang bermain atau melakukan sesuatu yang mengasyikkan. Menurut penelitian, anak-anak menjadi berminat untuk belajar jika topik yang dibahas sedapat mungkin dihubungkan dengan pengalaman mereka dan disesuaikan dengan alam berpikir mereka. Yang dimaksudkan adalah bahwa pokok bahasannya dikaitkan dengan pengalaman siswa sehari-hari dan disesuaikan dengan dunia mereka dan bukan dunia guru sebagai orang dewasa. Apa lagi jika disesuaikan dengan kebiasaan mereka dalam belajar. Ciri yang terakhir ini merupakan ciri pembelajaran kontekstual. Dengan demikian pembelajaran PAKEM sebenarnya juga pembelajaran kontekstual.
PAKEM merupakan pembelajaran yang tidak hanya terpaku menggunakan satu pendekatan saja, tetapi dengan menggunakan berbagai pendekatan dan model. Berikut adalah ciri-ciri PAIKEM.

Guru Kegiatan Belajar Mengajar
1. Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar mengggunakan cara yang beragam, misalnya:
• Percobaan
• Diskusi kelompok
• Memecahkan masalah
• Mencari informasi
• Menulis laporan/cerita/puisi
• Berkunjung keluar kelas
2. Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam. Sesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misal:
• Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri
• Gambar
• Studi kasus
• Nara sumber
• Lingkungan
3. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan. Siswa:
• Melakukan percobaan, pengamatan, eksperimen atau wawancara
• Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri
• Menarik kesimpulan
• Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri
• Menulis laporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiri
4. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan. Melalui:
• Diskusi
• Lebih banyak pertanyaan terbuka
• Hasil karya yang merupakan pemikiran anak sendiri
5. Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa. • Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)
• Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut.
• Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan
6.Guru mengaitkan KBM dengan pengalaman siswa sehari-hari. • Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.
• Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
7. Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus. • Guru memantau kerja siswa
• Guru memberikan umpan balik


C. Penutup
PAKEM yang akhir-akhir ini dikembangkan dan diperkenalkan ke seluruh pelosok tanah air, merupakan jawaban terhadap tuntutan UUSPN Nomor 20/2003 dan PP nomor 19/2005 tersebut di atas. Pada PAKEM merupakan singkatan dari karakteristik pembelajaran yang diidamkan, yaitu Aktif, Kreatif, Efisien, dan Menyenangkan, yang diharapkan merupakan strategi pembelajaran yang ideal untuk mencapai hasil belajar secara utuh.

Rabu, 01 Juni 2011

KETERANPILAN MENGELOLA KELAS, MENGADAKAN VARIASI, DAN MEMBERI REINFORCEMENT

A. Pembentukan Keterampilan Mengajar
Mengajar merupakan kegiatan yang kompleks, yaitu penggunaan aktivitas secara terintegrasi dari sejumlah keterampilan untuk mentransformasikan suatu pengetahuan.
Aliran pengajaran mikro (micro - teaching) secara teknuis bertolak dari asumsi, bahwa keterampilan-keterampilan yang kompleks itu dapat di pereteli menjadi unsur-unsur keterampilan yang lebih kecil, yang masing-masing dapat dilatihkan secara efisien dan efekltif, apabila dibandingkan dengan pendekatan latihan secara global (Depdikbud, 1985).
Dengan melalui pengajaran mikro, pembentukan keterampilan dari calon guru dapat dilakukan secara sistematik mulai dari pemahaman konsep, observasi tampilan kerjanya, untuk kemudian dilanjutkan dengan latihan yang berjenjang mulai dari latihan terbatas, dilanjutkan dengan latihan menggunakan batuan teman sejawat (peerteaching) dan dilanjutkan dengan latihan lapangan yang berjenjang, mulai dari mengajar dengan pengawasan penuh, hingga mengajar secara mandiri.
Keterampilan dasar mengajar yang dikembangkan P2LPTK dengan menggunakan Sydney Micro Skills, menjadi acuan terhadap pembentukan keterampilan mengajar bagi calon guru.

B. Keterampilan Dasar Mengajar
Perangat panduan pengajaran mikro, mula-mula dikembangkan oleh Tim Pengembang Program Pengalaman Lapangan Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), sebagai suatu upaya strategis untuk memberi dukungan bagi peningkatan kualitas pendidikan pra-jabatan guru dan tenaga kependidikan lainnya (Abimayu, 1985: vi).
Selanjutnya perangkat panduan pengajaran mikro yang diterapkan (Kosasi R. 1985), dikembangkan menggunakan perangkat Sydney Micro Skill, sebagai sumber utama dan terdiri dari:
1. Keterampilan Bertanya (dasar, lanjut)
2. Keterampilan Memberi Penguatan
3. Keterampilan Mengadakan variasi
4. Keterampilan Menjelaskan
5. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
6. Keterampilan Memimpin Diskusi Kelompok Kecil
7. Keterampilan Mengelola Kelas
8. Keterampilan Mengelola Kelompok Kecil atau Perorangan
C. Keterampilan Mengadakan Variasi
Dalam kehidupan sehari-hari dan dimana-mana, kebosanan dapat terjadi dan akan diupayakan untuk mengurangi, bahkan bilamana mungkin menghilangkannya. Kebosanan akan terjadi apabila seseorang selalu melihat, mendengar, melakukan, merasakan suatu peristiwa yang sama secara berulang-ulang (monoton). Hal serupa juga akan dapat terjadi pada peserta didik pada proses pembelajaran secara umum dan khususnya pada pembelajaran pendidikan jasmani, sehingga kompetensi yang diharapkan pada pembelajaran tersebut tidak dapat tercapai. Untuk mengatasi kebosanan pada proses pembelajaran, sangat dibutuhkan kompetensi keterampilan mengajar “mengadakan variasi” bagi guru agar peserta didik (siswa) terhindar dari kebosanan yang disebabkan oleh proses pembelajaran yang kurang atau bahkan tidak menarik, kurang/tidak efektif, kurang/tidak menyenangkan, kurang/tidak merangsang aktivitas, bahkan kurang/tidak membangkitkan kreatifitas peserta didik/siswa, sehingga minat, perhatian dan motivasi siswa terhadap proses pembelajaran oleh guru disekolah menurun.
Keterampilan mengajar dengan melakukan variasi telah dikenal sejak lama dan dianggap sebagai keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai oleh seorang guru (Kosasi, 1985:4)
Hasibuan dan Moedjiono (1988:64) mendefinisikan keterampilan mengajar bervariasi sebagai perbuatan guru dalam konteks proses belajar mengajar yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa sehingga dalam proses belajarnya siswa senantiasa menunjukkan ketekunan, keantusiasan dan berperan aktif.
Hasibuan, Ibrahin dan Toenlioe (1988:71) mengartikan keterampilan mengajar bervariasi sebagai suatu proses pengubahan dalam pengajaran yang menyangkut tiga komponen yaitu gaya mengajar yang bersifat professional, penggunaan media daan bahan-bahan instruksional dan pola serta tingkat interaksi guru dengan siswa.
Dari ungkapan tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan mengajar bervariasi yang telah dikenal sejak lama, dan merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai oleh seorang guru, tekait dengan kompetensi guru dalam mengelola dan menggunakan gaya mengajar, media dan interaksi guru-siswa secara dinamis dalam kegiatan pembelajaran, dengan tujuan untuk menarik minat dan mengatasi kebosanan siswa dalam kegiatan pembelajaran yang monoton sehingga dalam proses belajarnya peserta didik/siswa senantiasa menunjukkan ketekunan , keantusiasan, serta berperan aktif.
Manfaat atau kegiatan diterapkannya cara mengajar bervariasi oleh guru bagi siswa adalah sebagai berikut: (Hasibuan dan Moedjiono, 1988:65)
1) Memelihara dan meningkatkan perhatian siswa terhadap hal-hal yang berkaitan dengan aspek belajar 2) Meningkatkan kemungkinan berfungsinya motivasi/rasa ingin tahu siswa melalui kegiatan investigasi dan eksplorasi (kegiatan penelitian dan penjelajahan) 3) Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah 4) Kemungkinan dilayaninya siswa secara individual sehingga memberi kemudahan belajar 5) Mendorong aktivitas belajar dengan cara melibatkan siswa dengan berbagai kegiatan atau pengalaman belajar yang menarik dan berguna dalam berbagai tingkat kognitif.
Kosasi (1985:4) menyebutkan bahwa manfaat keterampilan mengadakan variasi dalam mengajar, terutama untuk pemusatan perhatian dan pemberian motivasi adalah:
a) Untuk menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek-aspek belajar-mengajar yang relevan; b) Untuk memberikan kesempatan berkembangnya bakat “utuk mengetahu dan menyelidiki” dari siswa tentang hal-hal baru; c) Untuk memupuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan berbagai cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang lebih baik; d) Untuk memberi kesempatan kepada siswa mendapatkan cara menerima pelajaran yang disenanginya; dan e) Untuk lebih meningkatkan kadar CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dalam proses belajar mengajar dengan melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman yang menarik dan terarah pada berbagai tingkat kognitif.
Dari kedua pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan, bahwa manfaat pengadaan variasi pada proses pembelajaran adala:
1. Minat dan perhatian peserta didik/siswa terhadap proses pembelajaran akan tumbuh dan berkembang.
2. Rasa ingin tahu peserta didik /siswa dan keinginan untuk mencoba ataupun melakuakan semakin besar.
3. Tingkah laku dan sikap positif peserta didik/siswa kepada guru dan sekolah berkembang.
4. Peserta didik/siswa dapat memilih cara belajar yang sesuai.
5. Ranah psikomotor, kognitif dan afektif peserta didik/siswa akan lebih berkembang.
Dalam menerapkan keterampilan mengajar bervariasi ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, yaitu: perubahan yang digunakan harus efektif, penggunaan teknik variasi harus lancar dan tepat penggunaan komponen-komponen variasi harus terstruktur dan direncanakan sebelumnya serta penggunaan komponen variasi harus luwes dan spontan berdasarkan balikan siswa (Hasibuan dan Moedjiono, 1988:66). Sedangkan kosasi (1985:5) mengemukakan adanya 3 (tiga) prinsip yang berhubungan dengan penggunaan keterampilan mengadakan variasi dalam pelaksanaan pembelajaran, antara lain:
a) Variasi hendaknya digunakan dengan suatu maksud tertentu, relevand dengan tujuan yang hendak dicapai, cocok dengan kemampuan anak dan hakekat pendidikan, penggunaan variasi yang wajar yang beragam sangat dianjurkan, dan sebaiknya pemakaian yan berlebihan akan menimbulkan kebingungan malahan dapat mengganggu proses belajar mengajar; b) Variasi harus digunakan secara lancar dan berkesinambungan, sehingga tidak merusak perhatian murid dan tidak mengganggu proses belajar mengajar; dan c) sejalan dengan prinsip diatas, variasi tertentu memerlukan susunan dan perencanaan yang baik; artinya secara eksplisit dicantumkan dalam rencana pembelajaran. Disamping itu, bila diperlukan komponen keterampilan tersebut dapat juga digunakan secara luwas (fleksibel) dan spontan sesuai dengan balikan yang diterima oleh siswa selama pelajaran berlangsung.
Selanjutnya dapat disimpulakan, bahwa prinsip penggunaan keterampilan mengadakan variasi adalah:
1. Relevan dengan kompetensi pembelajaran dan pengembangan karakteristik peserta didik/siswa.
2. Perubahan gaya mengajar berjallan lancar dan berkesinambungan.
3. Perubahan gaya mengajar terjadi secara fleksibel dan spontan

Komponen keterampilan mengajar bervariasi ada tiga macam, yaitu:
a) Variasi dalam gaya mengajar guru meliputi komponen-komponen: variasi suara (keras-lemah, cepat-lambat, dan tinggi-rendah dan besar-kecilnya suara), pemusatan perhatian (secara verbal, syarat atau dengan menggunakan model), kesenyapan (berhenti sejenak secara tiba-tiba ditengah kegiatan untuk menarik perhatian siswa atau memberikan kesempatan pada siswa untuk mengendapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelum pindah ke materi yang baru), kontak pandang (untuk meningkatkan hubungan dengan siswa dan menghindarkan hal-hal yang bersifat impersonal selama proses belajar mengajar), gerakan badan dan mimik (perubahan ekspresi wajah, gerakan kepala dan badan), perubahan posisi guru; b) Variasi dalam penggunaan media dan bahan-bahan pengajaran (alat media dan bahan yang digunakan harus beragam dan relevan dengan tujuan pengajaran), jenis variasi ini ada tiga yaitu: variasi alat dan bahan yang dapat dilihat, variasi alat dan bahan yang dapat didengar, variasi alat dan bahan yang dapat diraba dan dimanipulasi; c) Variasi dalam pola interaksi dan kegiatan siswa (sebaiknya tidak menerapkan pola interaksi satu arah tetapi pola interaksi yang mewajibkan semua individu yang ada di dalam kelas berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran tanpa memandang peran yang disandangnya). (Hasibuan dan Moedjiono, 1988:66).
Berdasarkan uraian di atas, variasi dalam gaya mengajar guru banyak sekali, dan apabila komponen tersebut dapat dilakukan dengan tepat dengan memperhatikan prinsip-prinsip penggunaannya, akan sangat berguna dalam upaya membangkitkan dan meningkatkan pemusatan perhatian, minat dan semangat peserta didik/siswa dalam pembelajaran
Pada pembalajaran pendidikan jasmani terkait dengan variasi gaya mengajar, untuk komponen gaya mengajar perlu dikembangkan gaya mengajar Pendidikan Jasmani dari Mosston.
Gaya mengajar Pendidikan Jasmani yang dikembangkan oleh Mosston (1966) ada sebelas, yaitu: (1) The Command Style; (2) The Practice Style; (3) The Reciprocal Style; (4) The Inclusion Style; (5) The Self-Check Style; (6) The Guided Discovery Style; (7) The Convergent Discovery Style; (8) The Divergent Production Style; (9)The Individual Program-Learner’s Design Style; (10) The Learner-Initiated Style; dan (11) The Self-Teaching Style.
Empat dari sebelas gaya mengajar pendidikan jasmani yang dipilih dalam penelitian ini relatif mudah dilaksanakan dalam pembelajaran, antara lain: The Command Style (gaya komando), The Practice Style (gaya latihan), The Resiprocal Style (gaya resiprokal) dan The Inclusion Style (gaya inklusi).
Pada gaya komando, peran guru pada pembelajaran sangat dominan sebagai pembuat keputusan kepada semua tahap, karena pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi sepenuhnya dilakukan oleh guru, sedangkan peserta didik/siswa hanya berperan sebagai pelaku ataupun pelaksana saja yang sepenuhnya harus tunduk terhadap pengerahan, penjelasan, contoh gerakan, dan segala perintah dari guru.
Esensi dari gaya komando adalah adanya hubungan yang langsung dan cepat antara stimulus guru dan respon murid. Stimulus (tanda komando) yang diberikan guru, mengawali setiap gerakan peserta didik /siswa dalam menampilkan gerakan sesuai contoh dari guru.
Pada gaya latihan atau penugasan, pada awalnya guru menggunakan gaya komando, namun dalam tahap tertentu memberi tugas kepada siswa boleh mengambil keputusan sendiri. Perubahan harus diadakan dengan cara pengalihan keputusan yang spesifik dari guru kepada peserta didik/siswa dalam 9 (sembilan) kategori pelaksanaan yang terdiri dari: (1) sikap; (2) lokasi; (3) urutan tugas; (4) waktu untuk mengawali tugas; (5) irama dan kecepatan; (6) waktu untuk mengakhiri tugas; (7) interval; (8) pakaian dan penampilan; (9) inisiatif pertanyaan sebagai klarifikasi.
Guru berperan untuk membuat keputusan dalam perencanaan dan evaluasi. Guru bertindak sebagai penyusun rencana dan mempresentasikan rencana tersebut kepada peserta didik/siswa. Pada saat pelaksanaan, peserta didik/siswa mempunyai kesempatan untuk belajar mengimplementasikan sembilan kategori tersebut dan guru tidak memberi komando dalam aktivitas siswa. Sedangkan pada tahap evaluasi, guru melakuakn observasi/pengamatan terhadap kegiatan/aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik/siswa secara individu.
Pada gaya resiprokal, kelas diorganisir dan dikondisikan dalam peran-peran tertentu, ada peserta didik/siswa yang berperan sebagai pelaku, dan sebagai observer sedangkan guru sebagai fasilitator. Observer mengamati tampilan/aktifitas yang dilakukan oleh temannya (pelaku), selanjutnya observer tersebut mengevaluasi tampilan dari karyawannya yang bertindak sebagai pelaku, dengan bantuan guru. Dalam hal ini evaluasi dilakukan oleh peserta didik/siswa sendiri secara bergantian.
Pada gaya inklusi, guru berperan sebagai pembuat keputusan dalam perencanaan, sedangkan peserta didik/siswa dalam pelaksanaan dan evaluasi. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru terlebih dahulu menyampaikan rencana kegiatan yang akan dilakukan, peserta didik/siswa mengambil keputusan untuk membagi diri dalam kelompok, yang sesuai dengan kompetensi (kemampuan) atas dasar penilaian masing-masing individu peserta didik/siswa terkait dengan faktor kesulitan/beratnya aktivitas yang dilakukan, sedangkan pada kegiatan evaluasi, peserta didik/siswa mengevaluasi dirinya untuk menetapkan kelompok yang akan diikuti pada kegiatan yang lain yang sama/sejenis.
Interaksi belajar mengajar dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam, antara lain:
(1) Hubungan guru-siswa sepihak; pengajaran merupakan proses transfer pengetahuan kepada siswa, guru merupakan satu-satunya sumber belajar; (2) Hubungan guru-siswa dua arah atau timbal balik; guru hanyalah fasilitator yang memberikan aksi-aksi yang merangsang siswa untuk melakukan reaksi, selain itu guru bukanlah satu-satunya sumber belajar; (3) Hubungan guru-siswa yang interaktif; semua individu yang ada di dalam kelas ikut berperan aktif tanpa memandang perannya; dan (4) Hubungan guru-siswa dengan guru sebagai konsultan; guru hanya sebagai konsultan apabila siswa mengalami kesulitan dalam kegiatan belajarnya di kelas, siswa memperoleh pengalaman dari temannya sendiri (Roestiyah, 1986:41-45)
Pola interaksi manakah yang akan dipakai, harus disesuaikan dengan kondisi kelas. Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa pola interaksi pada pembelajaran pendidikan jasmani meliputi: (a) siswa mandiri; (b) interaksi antara guru-siswa; (c) interaksi antara siswa-siswa; (d) interaksi antara guru-siswa-guru; dan (e) interaksi antara guru-siswa, siswa-guru, dan siswa-siswa.
D. Keterampilan Mengelola Kelas
Pada keterampilan mengelola kelas secara khusus pada pembelajaran pendidikan jasmani adalah terkait dengan manajemen pembelajaran. Manajemen pembelajaran yang efektif dapat terwujud dengan melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menetapkan aturan kelas (class routine)
Siswa yang memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu yang diperoleh dari pengalaman hidup sebelumnya yang memungkinkan adanya kebiasaan tidak baik, perlu diarahkan dan dibimbing untuk melaksanakan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui pemberian aturan pada saat proses pembelajaran, antara lain pemberian tanda/isyarat untuk berkumpul, formasi yang dikehendaki, mendengarkan penjelasan guru, mengikuti perintah/aba-aba, kerja sama dalam kegiatan, penetapan syarat untuk boleh melakukan kegiatan pembelajaran, penggunaan pakaian/ruangan/lapangan dan alat. Aturan ini harus diberikan pada awal pertemuan.
2) Memulai kegiatan tepat waktu (getting started)
Tanda untuk memulai suatu kegiatan harus ada kerena apabila tidak ada akan mengakibatkan banyaknya waktu yang terbuang. Aba-aba memulai kegiatan diharapkan tidak membingungkan siswa (jelas dan tegas). Persiapan perlu dilakukan agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan tertib. Guru pendidikan jasmani harus dapat mengarahkan siswa untuk segera melakukan kegiatan secara tepat waktu agar pembelajaran berlangsung secara efektif.
3) Mengatur pelajaran (managing the lesson)
Pada pembelajara yang efektif, guru harus mengatur dan menjaga agar proses kegiatan belajar lancar dan tidak mengalami gangguan/hambatan. Guru harus mengoptimalkan keikutsertaan siswa, kesempatan melakukan, penggunaan peralatan, serta mengorganisir pembagian kelompok, dan hal yang tidak kalah pentingnya adalah tidak banyak berceramah pada pembelajaran praktik keterampilan gerak (skill) agar tidak menimbulkan kejenuhan siswa.
4) Mengelompokkan siswa (grouping the students)
Guru merencanakan pembagian kelompok siswa, sesuai dengan jumlah siswa, alat yang tersedia serta informasi yang dikehendaki. Apabila diperlukan dapat pula ditetapkan siswa sebagai ketua kelompok yang bertanggung jawab pada kelompoknya (hal ini juga merupakan pemberian latihan sebagai pemimpin)
5) Memanfaatkan ruang/lapangan dan peralatan (utilizing space and equipment)
Pada pembelajaran praktik keterampilan gerak (skill) guru harus mengoptimalkan keikutsertaan siswa dalam kegiatan agar repetisi/pengulangan gerakan dapat lebih banyak. Ruang/lapangan dan peralataan harus dioptimalkan penggunaannya namun denga mempertimbangkan kebutuhan (situasi dan kondisi). Penggunaan ruang/aula/in-door akan lebih efeektif, karena dinding merupakan pembatas yang sangat membantu, terkait dengan lari/menggelindingnya alat yang tidak jauh.
6) Mengakhiri pelajaran (ending the lesson)
Pada akhir pembelajaran diharapkan siswa memiliki kesan yang baik selam kegiatan berlangsung, sehingga siswa selalu mengingat hal-hal yang berupa pengalaman selama kegiatan. Dalam hal ini guru harus membuat klimaks naik pada setiap pertemuan, sehingga siswa berharap adanya kegiatan lanjut yang lebihmenarik pada pertemuan selanjutnya. Untuk akhir pembelajaran kegiatan jasmani harus dilakukan tepat waktu, dengan mempertimbangkan kesempatan siswa untuk menyapu/membersihkan keringat, minum dang anti pakaian. Jangan sampai siswa dihukum guru matapelajaran berikutnya karena terlambat masuk ke kelas pada pelajaran selanjutnya.
E. Keterampilan Memberikan Penguatan
Komponen-komponen member penguatan meliputi:
1. Secar verbal
2. Menggunakan mimik/gerakan
3. Mendekati siswa
4. Sentuhan guru
5. Melaksanakan kegiatan yang menyenangkan
6. Berupa simbol dan benda/hadiah
Cara-cara penggunaan yang benar:
1. Kepada pribadi
2. Kepada kelompok siswa
3. Dengan segera
4. Penguatan tak penuh
5. Variasi dalam penggunaan

http://pou-pout.blogspot.com/2010/09/keterampilan-mengelola-kelas-mengadakan.html

EVALUASI PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

EVALUASI PENDIDIKAN

Pendidikan Jasmani adalah kegiatan jasmani yang diselenggarakan untuk menjadi media bagi kegiatan pendidikan. Pendidikan adalah kegiatan yang merupakan proses untuk mengembangkan kemampuan dan sikap rohaniah yang meliputi aspek mental, intelektual dan bahkan spiritual. Sebagai bagian dari kegiatan pendidikan, maka pendidikan jasmani merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera Rohani (melalui kegiatan jasmani),
DEFINISI EVALUASI

evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 57 Ayat (1), evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, diantaranya terhadap peserta didik, lembaga dan program pendidikan.


TUJUAN, FUNGSI DAN SISTEM
Landasan hukun evaluasi pendidikan di indonesia
1. UU NO 20. TAHUN 2003 TENTANG SISDIKNAS
2. PP NO.19 Th.2005 tentang SNP
3. Permendiknas NO. 20 Tn.2007 tentang Standart Penilaian
4. Permendiknas No.22 Th.2006 tentang standart isi
5. Permendiknas No.23 Th.2006 tentang standart kelulusan
Hasil dari evaluasi :
• Menurut UU
- test unjuk kerja (kognitif)
- Pengamatan sikap (afeksi)
- Kuis/ embdded test (kognisi)
• Menurut hasil pembelajaran dikjasor
- evaluasi diri
- evaluasi Group
- evaluasi pengajar