Jumat, 03 Januari 2014

PENILAIAN STATUS GIZI

Dr. Suparyanto, M.Kes


PENILAIAN STATUS GIZI

PENGERTIAN STATUS GIZI
·                     Status Gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu. Contoh: Gondok merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh (Supariasa. IDN, 2002: 18).
·                     Status Gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutriture seorang individu dalam suatu variabel (Hadi, 2002).
·                     Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya (Gibson, 1990).

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI
·                     Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang adalah lingkungan fisik, biologis, budaya, sosial, ekonomi, dan politik (Achmadi, 2009).
1.             Kondisi fisik yang dapat mempengaruhi terhadap status pangan dan gizi suatu daerah adalah cuaca, iklim, kondisi tanah, sistem bercocok tanam, dan kesehatan lingkungan.
2.             Faktor lingkungan biologi misalnya adanya rekayasa genetika terhadap tanaman dan produk pangan. Kondisi ini berpengaruh terhadap pangan dan gizi. Selain itu adanya interaksi sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi yaitu infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi.
3.             Lingkungan ekonomi. Kondisi ekonomi seseorang sangat menentukan dalam penyediaan pangan dan kualitas gizi. Apabila tingkat perekonomian seseorang baik maka status gizinya akan baik. Golongan ekonomi yang rendah lebih banyak menderita gizi kurang dibandingkan golongan menengah ke atas.
4.             Faktor lingkungan budaya. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, takhayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Di samping itu jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga.
5.             Lingkungan sosial. Kondisi lingkungan sosial berkaitan dengan kondisi ekonomi di suatu daerah dan menentukan pola konsumsi pangan dan gizi yang dilakukan oleh masyarakat. Misalnya kondisi sosial di pedesaan dan perkotaan yang memiliki pola konsumsi pangan dan gizi yang berbeda. Selain status gizi juga dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, ketegangan dan tekanan sosial dalam masyarakat.
6.             Lingkungan politik. Ideologi politik suatu negara akan mempengaruhi kebijakan dalam hal produksi, distribusi, dan ketersediaan pangan


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBANTU TERCAPAINYA STATUS GIZI YANG BAIK
·                     Ada beberapa faktor yang membantu tercapainya status gizi yang baik, antara lain (Barasi, M.E, 2007: 90) :
1. Aktivitas fisik
·                     Aspek ini mempertahankan kebutuhan energi dan nafsu makan, menjamin asupan makanan yang adekuat, serta mempertahankan massa otot, yang menunjang hidup mandiri dan kemampuan menyediakan makanannya sendiri.
2. Interaksi sosial
·                     Hal ini mendorong orang untuk makan dan mempertahankan minat mereka terhadap makanan.
3. Pemilihan makanan
·                     Pemilihan makanan dari berbagai macam jenis, yang mencakup semua kelompok makanan dalam jumlah yang sesuai.

METODE PENILAIAN STATUS GIZI
·                     Penilaian status gizi ada 2 macam, yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung ( Supariasa. IDN, 2002: 18).
I.Penilaian Status Gizi secara Langsung
·                     Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu:
A. Antropometri

1. Pengertian
·                     Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia, ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
2. Penggunaan
·                     Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
3. Indeks Antropometri
·                     Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu:
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
·                     Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutrirional Status).
b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
·                     Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.
c. Berat badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
·                     Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.
d. Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LLA/U)
·                     Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas berkolerasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB.
e. Indeks Massa Tubuh (IMT)
·                     IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa yang berumur diatas 18 tahun khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya, seperti adanya edema, asites dan hepatomegali.
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:
Berat Badan (kg)
IMT =
Tinggi badan (m) x Tinggi Badan (m)
Atau
Barat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m).
Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. 
Batas ambang normal laki-laki adalah 20,1-25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7-23,8.

Batas ambang IMT untuk Indonesia, adalah sebagai berikut:
1.             IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat. 
2.             IMT 17,0-18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan Kekurangan Berat Badan tingkat ringan atau KEK ringan. 
3.             IMT 18,5-25,0: keadaan orang tersebut termasuk kategori normal. 
4.             IMT 25,1-27,0: keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat ringan. 
5.             IMT > 27,0: keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat berat.

f. Tebal Lemak Bawah Kulit Menurut Umur
·                     Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya pada bagian lengan atas, lengan bawah, di tengah garis ketiak, sisi dada, perut, paha, tempurung lutut, dan pertengahan tungkai bawah.

g. Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul
·                     Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul digunakan untuk melihat perubahan metabolisme yang memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh.
·                     Dari berbagai jenis indeks tersebut di atas, untuk menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu: persen terhadap median, persentil, dan standar deviasi unit.
1). Persen terhadap Median
·                     Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi, median sama dengan persentil 50. Nilai median dinyatakan sama dengan 100% (untuk standar). Setelah itu dihitung persentase terhadap nilai median untuk mendapatkan ambang batas.
Tabel 2.2 Klasifikasi Status Gizi Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999

Kategori
Cut of point*)
Gizi Lebih >120%
Gizi Baik 80% - 120%
Gizi Sedang 70% - 79,9%
Gizi Kurang 60% - 69,9%
Gizi Buruk <60 o:p="">
Persen dinyatakan terhadap Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
*) Laki-laki dan perempuan sama
Sumber: supariasa. IDN, 2002: 76

2). Persentil
·                     Cara lain untuk menentukan ambang batas selain persen terhadap median adalah persentil. Persentil 50 sama dengan Median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada diatasnya dan setengahnya berada dibawahnya. NCHS merekomendasikan persentil ke 5 sebagai batas gizi buruk dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik.
3). Standar Deviasi Unit (SDU)
·                     Standar Deviasi Unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan.

B. Klinis

1. Pengertian
·                     Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
2. Penggunaan
·                     Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit.
C. Biokimia

1. Pengertian
·                     Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, antara lain: darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
2. Penggunaan
·                     Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
D.Biofisik

1. Pengertian
·                     Merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dan jaringan.
2. Penggunaan
·                     Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja endemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

PENILAIAN STATUS GIZI SECARA TIDAK LANGSUNG
·                     Dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
A. Survei Konsumsi Makanan

1. Pengertian
·                     Merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
2. Penggunaan
·                     Dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi

B.Statistik Vital

1. Pengertian
·                     Pengukuran status gizi dengan menganalisis data beberapa statistic kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
2. Penggunaan
·                     Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

C.Faktor Ekologi

1. Pengertian
·                     Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain.
2. Penggunaan
·                     Untuk mengetahui penyebab malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.

FAKTOR PEMILIHAN METODE PENILAIAN STATUS GIZI
·                     Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih dan menggunakan metode adalah sebagai berikut (Supariasa. IDN, 2002: 22):
1). Tujuan
·                     Tujuan pengukuran sangat perlu diperhatikan dalam memilih metode, seperti tujuan ingin melihat fisik seseorang, maka metode yang digunakan adalah antropometri. Apabila ingin melihat status vitamin dan mineral dalam tubuh sebaiknya menggunakan metode biokimia.
2). Unit Sampel yang Akan Diukur
·                     Berbagai jenis unit sampel yang akan diukur sangat mempengaruhi penggunaan metode penilaian status gizi. Jenis unit sampel yang akan diukur meliputi individual, rumah tangga/keluarga dan kelompok rawan gizi.
3). Jenis Informasi yang Dibutuhkan
·                     Pemilihan metode penilaian status gizi sangat tergantung pula dari jenis informasi yang diberikan. Jenis informasi itu antara lain: asupan makanan, berat dan tinggi badan, tingkatan hemoglobin dan situasi sosial ekonomi. Apabila menginginkan informasi tentang asupan makanan , maka metode yang digunakan adalah survei konsumsi. Dilain pihak apabila ingin mengetahui tingkat hemoglobin maka metode yang digunakan adalah biokimia. Jika ingin membutuhkan informasi tentang keadaan fisik seperti berat badan dan tinggi badan, sebaiknya menggunakan metode antropometri. Begitu pula apabila membutuhkan informasi tentang situasi sosial ekonomi sebaiknya menggunakan pengukuran faktor ekologi.
4). Tingkat Realiabilitas dan Akurasi yang Dibutuhkan
·                     Masing-masing metode penilaian status gizi mempunyai tingkat reliabilitas dan akurasi yang berbeda-beda. Contoh penggunaan metode klinis dalam menilai tingkatan pembesaran kelenjar gondok adalah sangat subjektif sekali. Penilaian ini membutuhkan tenaga medis dan paramedis yang sangat terlatih dan mempunyai pengalaman yang cukup dalam bidang ini. Berbeda dengan penilaian secara biokimia yang mempunyai reliabilitas dan akurasi yang sangat tinggi. Oleh karena itu apabila ada biaya, tenaga dan sarana-sarana lain yang mendukung, maka penilaian status gizi dengan biokimia sangat dianjurkan.
5). Tersedianya Fasilitas dan Peralatan
·                     Berbagai jenis fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam penilaian status gizi. Fasilitas tersebut ada yang mudah didapat dan ada pula yang sangat sulit diperoleh. Pada umumnya fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam penilaian status gizi secara antropometri relatif lebih mudah didapat dibanding dengan peralatan penentuan status gizi dengan biokimia.
6). Tenaga
·                     Ketersediaan tenaga, baik jumlah maupun mutunya sangat mempengaruhi penggunaan metode penilaian status gizi. Jenis tenaga yang digunakan dalam pengumpulan dara status gizi antara lain: ahli gizi, dokter, ahli kimia, dan tenaga lain. Penilaian status gizi secara biokimia memerlukan tenaga ahli kimia atau analisis kimia, karena menyangkut berbagai jenis bahan dan reaksi kimia yang harus dikuasai. Berbeda dengan penilaian status gizi secara antropometri, tidak memerlukan tenags ahli, tetapi tenaga tersebut cukup dilatih beberapa hari saja sudah dapat menjalankan tugasnya.
7). Waktu
·                     Ketersediaan waktu dalam pengukuran status gizi sangat mempengaruhi metode yang akan digunakan. Waktu yang ada bisa dalam mingguan, bulanan, dan tahunan. Apabila kita ingin menilai status gizi disuatu masyarakat dan waktu yang tersedia relatif singkat, sebaiknya dengan menggunakan metode antropometri.
8). Dana
·                     Masalah dana sangat mempengaruhi jenis metode yang akan digunakan untuk menilai status gizi. Umumnya penggunaan metode biokimia relatif mahal dibanding dengan metode lainnya. Penggunaan metode disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penilaian status gizi.

DAFTAR PUSTAKA

1.             Achmadi. (2009), Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Status Gizi, Ketersediaan dan Produksi Pangan. http:/ anianaharani.blogspot.com diakses pada 17 Pebruari 2011
2.             Andrews, G, (2010), Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita: EGC. Jakarta
3.             Arisman. (2010), Gizi Dalam Daur Kehidupan: EGC. Jakarta
4.             Barasi, M. E, (2007), At A Glance Ilmu Gizi: Erlangga. Surabaya
5.             Baziad, Ali. (2003), Menopause dan Andropause: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
6.             Baziad, Ali. (2010), Waspadai Menopause Dini. http://m.okezone.com diakses pada 7 Pebruari 2011
7.             Gibson. (1990). Pengertian Status Gizi. http:/www.rajawana.com diakses pada 15 Pebruari 2011
8.             Hadi. (2002). Pengertian Status Gizi. http:/www.rajawana.com diakses pada 15 Pebruari 2011
9.             Hanafiah. (1990). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wanita Menghadapi Pre Menopause. http://www.bascommetro.com diakses pada 25 Pebruari 2011
10.          Lestari, D. (2010), Seluk Beluk Menopause: Gara Ilmu. Jogjakarta
11.          Notoatmodjo, S. (2010), Metodologi Penelitian Kesehatan: Rineka Cipta. Jakarta
12.          Nursalam. (2008), Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Salemba Medika. Jakarta
13.          Paath, E. F. (2005), Gizi Dalam Kespro: EGC. Jakarta
14.          Prasetyo, Iin. (2008), Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Menopause Dini di Desa Kuncen, Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang. http://digilib.unimus.ac.id diakses pada tanggal 7 Pebruari 2011
15.          Prawirohardjo, S. (2005), Ilmu Kandungan: Yayasan Bina Pustaka, Jakarta
16.          Purwantyastuti. (2008). Menopause Dini. http:/mimi-breastfriend.blogspot.com diakses pada 17 Pebruari 2011
17.          Sugiyono. (2007), Statistika Untuk Penelitian: Alfabeta. Bandung
18.          Supariasa, I.D.N. (2002), Penilaian Status Gizi: EGC. Jakarta
19.          Tirtawinata, T.C. (2006), Makanan Dalam Prespektif Al Qur’an dan Ilmu Gizi: FKUI. Jakarta
20.          Utama, H. (2006), Gizi Sehat Untuk Perempuan: FKUI. Jakarta
21.          Varney, H. (2007), Buku Ajar Asuhan Kebidanan: EGC. Jakarta
22.          (2009), Kehidupan Seksual Wanita Saat Memasuki Usia Menopause. http://psks.lppm.uns.ac.id diakses pada 17 Pebruari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar